MAKALAH
Sejarah Sastra Periodisasi 1970-1980
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Sastra
Disusun oleh
Arida Rusmayanti
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
DAFTAR ISI
Judul
Daftar isi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah................................................................................................. 2
1.3 Tujuan pembahasan.............................................................................................. 2
BAB II Pembahasan
2.1 Sejarah sastra angkatan 70-80.............................................................................. 2
2.2 Ciri-ciri sastra angkatan 70-80............................................................................. 3
2.3 Jenis karya sastra angkatan 70-80........................................................................ 4
2.4 Struktur fisik puisi angkatan 70-80...................................................................... 5
2.5 Tokoh periode 70-80............................................................................................ 6
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 8
3.2 Daftar Pustaka..................................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam sejarah sastra Indonesia, karya sastra bisa dibagi berdasarkan
periodisasinya. Periodisasi adalah pembagian kronologi perjalanan sastra atas
masanya, biasanya berupa dekade-dekade. Pada dekade-dekade tertentu dikenal
angkatan-angkatan kesusastraan, misalnya Angkatan Balai Pustaka, Angkatan
Pujangga Baru, Angkatan ’45, Angkatan ’66, angkatan `70 dan Angkatan 2000.Kedua
istilah itu (dekade dan angkatan) bisa digunakan secara bersamaan, bahkan
adakalanya angkatan kesusastraan tertentu diberi nama dekade tertentu.
Munculnya periode 70-an karena adanya pergeseran sikap berpikir dan
bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra
bercorak baru baik di bidang puisi, prosa maupun drama. Pergeseran ini mulai
terlihat setelah gagalnya kudeta G 30 S/PKI. Abdul Hadi W.M. dan damai Toda
menamai sastra Indonesia modern pada tahun 1970-an dengan sastra periode 70-an.Dalam periode 70-an pengarang berusaha
melakukan eksperimen untuk mencoba batas-batas berupa kemungkinan bentuk baik
prosa, puisi drama semakin tidak jelas. Korrie Layuan Rampan cenderung menamai
Sastra Indonesia sesudah angkatan ‘45 dengan nama angkatan ‘80. Perbedaan
esensial antara kedua versi tersebut hanyalah pemberian nama saja, karena
keduanya memiliki persamaan, yaitu:
·
Keduanya tidak mengakui adanya angkatan ‘66 yang dicetuskan oleh HB.
Jassin.
·
Keduanya meyakini adanya pergeseran wawasan estetik sesudah angkatan ’45.
·
Keduanya memiliki persamaan pandangan tentang tokoh-tokoh pembaruan Sastra
Indonesia Modern sesudah angkatan ’45.
Kelahiran karya sastra anggkatan 80-an
bersifat mendobrak keberadaan. Dilahirkan dari konsepsi individual yang mengacu
pada satu wawasan kelompook. Konsep
tersebut telah menitik beratkan pada kata, tetapi Danarto justru tetap pada pendirianya.
Hal ini sangat menarik dan membawa pada pemikiran yang lain dalam wawasan yang
estetik priode 80-an. Pada priode sebelumnya telah terjadi pergeseran wawasan
dan pergeseran estetik khususnya pada kata. Dasar tersebut menyebabkan lahirnya
priode 80-an menekankan pada pemikiran dan cara penyampaian dalam karya sastra.
Priode 80-an ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama masyarakat
Indonesia untuk menuju kehidupanya yang baru dengan wawasan konstusional.
Priode 80-an lahir dari konsepsi improvisasi dalam penggarapan karya sastra
menuju hasil dan bobot maksimal serta baru dari konsep yang menentang pada satu
kehidupan.
1.2 Rumusan masalah
Ø Sastra periodesasi 70-80
Ø Ciri-ciri sastra angkatan 70-80
Ø Jenis karya sastra angkatan 70-80
1.3 Tujuan Pembahasan
·
Memberikan pengetahuan tentang periode sastra angkatan 70-80
·
Mengetahui ciri-ciri sastra angkatan 70-80
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sastra angkatan 70-80
Sekitar tahun 70-an sebetulnya banyak sekali cipta sastra
baik novel maupun puisi yang dihasilkan, tetapi sayang sekali hingga kini belum
ada ahli bahasa yang memberikan suatu nama angkatan pada periode ini.Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N. Toda
dalam kertas kerjanya “Peta-Peta Perpuisian Indonesia 1970-an dalam Sketsa” yang
diajukan dalam diskusi sastra memperingati ulang tahun ke-5 Majalah Tifa Sastra
di Fakultas Sastra UI (25 Mei 1977). Kertas kerja ini kemudian dimuat dalam
Majalah Budaya Jaya (September 1977) dan dalam Satyagraha Hoerip (ed) Semua
Masalah Sastra (1982).
Menurut Dami, angkatan 70 dimulai dengan novel-novel Iwan
Simatupang, yang jelas punya wawasan estetika novel tersendiri; lalu teaternya
Rendra serta puisinya “Khotbah” dan “Nyayian Angsa”, juga semakin nyata dalam
wawasan estetika perpuisian Sutarji Calzoum Bachri, dan cerpen-cerpen dari
Danarto, seperti “Godlob”, “Rintik”, dan sebagainya.
Periode 70-an telah memperlihatkan pembaharuan dalam
berbagai bidang, antara lain; wawasan estetik, pandangan, sikap hidup, dan
orientasi budaya. Para sastrawan tidak mengabaikan sesuatu yang bersifat
tradisional bahkan berusahan untuk menjadikannya sebagai titik tolak dalam
menghasilkan karya sastra modern.
Konsepsi improvisasi dalam karya sastra dipahami oleh
Putu Wijaya. Ia mengatakan bahwa sebuah nobel hanyalah cerita pendek yang
disambung, sehingga yang penting muncul di dalam penulisan suatu karya sastra
adalah faktor ketiba-tibaan. Sebuah novel, drama, atau cerita pendek ditulis
didalam dadakan-dadakan karena pada saat menulis beragai ide yang datang
dimasukkan ke dalam ide pokok. Unsur tiba-tiba seperti ini yang disebut dengan
uncur improvisasi.
Perkembangan sastra Indonesia periode 70-an maju pesat,
karena banyak penerbitan yang muncul dan bebas menampilkan hasil karyanya
dalam berbagai bentuk. Sutardji menampilkan
corak baru dalam kesussastraan Indonesia di bidang puisi. Alasan tersebut
menyebabkan Sutardji dianggap salah satu tokoh periode 70-an dalam sastra
Indonesia.
Pada tahun 1979 Sutardji menerima hadiah
sastra dari ASEAN. Sutardji Calzoum Bachri dalam puisinya cenderung membebaskan
kata dalam membangkitkan kembali wawasan estetik mantra, yakni wawasan estetik
yang sangat menekankan pada magic kata-kata, serta melahirkannya dalam wujud
improvisasi. Hal itu nyata bila diperhatikan sikap puisinya berjudul Kredo
Puisi yang ditulis di Bandung tanggal 30 Maret 1973 dan dimuat di majalah
Horison bulan Desember 1974.
Periode 80-an
ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama masyarakat Indonesia
untuk menuju kehidupannya yang baru dengan wawasan konstitusional.Seperti yang
dikatakan Putu Wijaya bahwa kasusastraan itu adalah alat untuk mencurahkan
makna agar dapat ditumpahkan pada manusia secara utuh dan makna itu hendaknya
disalurkan agar mengalami proses mengembang dan mengempis masuk ke dalam kehidupan
serta mengembangkan hal-hal yang sebelumnya belum terpikirkan oleh manusia.
Periode 80-an
lahir dari konsepsi improvisasi dalam penggarapan karya sastra menuju hasil dan
bobot maksimal serta baru dari konsep yang menentang pada satu kehidupan. Para sastrawan
mengikuti perkembangan jaman yang dituntut adanya keberanian dan kreativitas
untuk berkarya. Banyak karya sastra yang dijadikan drama drama radio. Pada
periode 80-an ini karya sastra film juga berkembang pesat. Perfilman Indonesia
banyak ditonton dan diminati oleh masyarakat dan para sutradara pun aktif
menciptakan film-film baru. Misal film yang bertemakan percintaan remaja yaitu
Gita Cinta SMA ini banyak mempunyai penggemar baik dikalangan muda maupun tua.
2.2 Ciri-ciri sastra angkatan 70-80
Ø Angkatan ini di dominasi oleh karya sastra
puisi, prosa dan drama.
Ø Penuh semangat eksperimentasi dalam
berekspresi, merekam kehidupan .masyarakat yang penuh keberagaman pemikiran dan
penghayatan modernitas.
Ø Muncul para pembaharu sastra Indonesia dengan
karuya-karyanya yang unik dan segar seperti Sutarji Calzoum Bachri dan
Yudhistira Ardi Noegraha dalamm puisi, Iwan Simatupang dan Danarto dal;am prosa
fiksi, Arifin C. Noer dan Putu Wijaya dalam teater.
Ø Puisi yang dihasilkan bercorak
spritualreligius. Misalnya; Kubakar Cintaku Karya Emba Ainun Najib.
Ø Pada
sajak cenderung mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme.
Ø Para sastrawan menggunakan konsep improvisasi.
Ø Karya sastra yang dihasilkan mengangkat
masalah konsep kehidupan sosial masyarakat yang memuat kritik sosial, politik,
dan budaya.
Ø Menuntut hak asasi manusia, seperti kebebasan.
Ø Bahasa yang digunakan realistis, bahasa yang ada dimasyarakat dan
romantis.
Ø Dalam karya sastra terdapat konsepsi pembebasan
kata dari pengertian aslinya.
Ø Mulai menguat pengaruh dari budaya barat,
dimana tokoh utama biasanya mempunyai konflikdengan pemikiran timur.
Ø Didominansi oleh roman percintaan.
Ø Novel yang dihasilkan mendapat pengaruh kuat
dari budaya barat, dimana tokoh utamanyamempunyai konflikdengan pemikiran timur
dan mengalahkan tokoh anta gonisnya.
2.3 Jenis karya sastra angkatan 70-80
1. Puisi
a) Struktur Fisik
·
Puisi begaya bahasa mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa ulangan
kata, frasa, atau kalimat. Gaya bahasa paralelisme dikombinasikan dengan gaya
hiperbola untuk memperoleh efek yang sebesar-besarnya, serta menonjolkan
tipografi.
·
Puisi konkret sebagai eksperimen.
·
Banyak menggunakan kata-kata daerah untuk memberikan kesan ekspresif.
·
Banyak menggunakan permainan bunyi.
·
Gaya penulian yang prosaik.
·
Menggunakan kata yang sebelumnya tabu.
b)
Struktur Temantik
·
protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
·
kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subjek dan bukan objek pembangunan
·
banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistis.
·
cerita dan pelukisnya bersifat alegoris atau parable.
·
perjuangan hak-hak azasi manusia; kebebasan, persamaan, pemerataan, dan
terhindar dari pencemaran teknologi modern
·
kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewenang-wenang terhadap
mereka yang lemah, dan kritik tentang penyelewengan.
2. Prosa dan Drama
a)
Struktur Fisik
·
melepaskan ciri konvensional, menggunakan pola sastra “asurd” dalam tema,
alur, tokoh, maupun latar.
·
menampakkan ciri latar
kedaerahan“warna lokal”.
b)
Struktur Temantik
·
sosial: politik, kemiskinan, dan lain-lain.
·
Kejiwaan.
·
Metafisik
2.4 Struktur fisik puisi angkatan 70-80
Ø Puisi Konvensional
Puisi yang memiliki struktur lahir demikian, memiliki berpuluh baris yang
dibagi dalam beberapa bait. Larik-larik dalam bait itu ditulis selalu dari
tepi, terdiri dari beberapa kata yang ditata secara harmonis,selalu ditemui
keserasian, persamaan bunyi, yang menciptakan kemerduan dan persajakan.
Ø Semi Konvensional
Penataan barisan-barisan tidak selalu di tepi, akan tetapi barisan-barisan
tertentu ditulis lebih ke kanan,kata yang seharusnya ditulis berderet dalam
satu baris dibuat beberapa baris, tetapi dengan cara disusun vertical ke kanan.
Terkadang ada perhentian di tengah baris, lalu kata berikutnya dimulai dengan
huruf capital. Contohnya bisa kita lihat Cita-cita Simbok bagi Indonesia.
Ø Puisi yang Prosais dan seperti Paragraf
Puisi jenis ini dibuat atas larik-larik yang membentuk bait, tetapi atas
kalimat-kalimat yang membentuk paragraph, padat dan lebih puitis, serta makna
yang ditampilkan kebanyakan simbolik. Contohnya dalam buku perahu Kertas karya
Sapardi Joko Damono.
Ø Puisi Simetri
Pembarisan sajak yang dimaksud tidak dimulai dari tepi yang sama, tetapi
dari bagian yang berbeda pada tiap barisan, tergantung dari panjang pendeknya
baris itu., baris dibuat berada di tengah,barisan dibagi secara vertical,
bagian sebelah kiri sama dengan bagian kanan. Contohnya kumpulan puisi 99 Untuk
Tuhanku.
Ø Kata yang Membentuk Lukisan
Puisi ini biasa juga disebut puisi konkret. Contohnya Viva Pancasila oleh Jaihan Suskmantoro.
Ø Judul Puisi Sangat Panjang
Padahal puisi ini yang judulnya termasuk pendek. Ada kesan, ini tidak
imbang, tetapi persoalannya bukanlah masalah imbang dan tidak imbnag. Di sini
pun kita bisa temukan citraan-citraan baru. Contoh : sanjak-sanjak Adri Darmaji
Woko berjudul Cerita Tentang Bapak Tua yang Meninggal Dunia di Pagi Tadi
Disampaikan oleh Seorang Teman yang katanya Mau Jai Penyair,dan lain-lain juga
karya-karya Hendrawan Nadesul Akan jadi Bagaimana Nasib Anak-anakku kalau nanti
Juga Hanya Ada Semangkok Bubur Jagung untuknya.
Ø Puisi dengan Kata Main-main
Di sini penyair menggunakan kata secara seenaknya, spontan, sehingga yang
muncul adalah kata-kata yang yang terasa banal,kotor, lucu atau aneh. Penyair
yang menulis sanjak-sanjak demikian tidak mengakui adanya moral kata. Contoh :
Biarin Karya Yudhistira Ardi Noegraha, Pot, Sang Hai Karya Linus Suryadi A.G.,
kumpulan puisi Sumpah WTS, dan Catatan Harian Sang Koruptor karya F. Rahardi.
Ø Puisi dengan Pemenggalan Suku Kata
Kata kata dipenggal atau suku
katanya secara sengaja, sedangkan penggalan lanjutan diletakkan pada baris
berikutnya.
Ø Puisi Tasauf
Tasauf menanamkan kesadaran jiwa akan kehadiran Allah
dalam diri kita, serta pelaburan kita ke dalam Allah. Contohnya 99 untuk
Tuhanku karya Emha Ainun Najib.
2.5 Tokoh dan karya sastranya
Ø
Tokoh periode `70
·
Goenawan Muhamad
Buku kumpulan puisinya adalah Parikesit (1972), Potret
Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin kundang (1972), Interclude (1973),
Asmarandana (1995), dan Misalkan Kita di Sarajevo (1998).
·
Tufik Ismail
Kumpulan puisinya yang lain adalah Puisi-Puisi
Sepi (1971), Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971), dan Sajak-sajak
Ladang Jagung (1975).
·
Sapardi Djoko Damono
Kumpulan-kumpulan puisinya adalah Dukamu Abadi (1969),
Mata Pisau (1974),Akuarium (1974), Perahu Kertas (1984), Sihir Hujan (1989),
Hujan Bulan Juni (1994) dan Ayat-ayat Api (2000).
·
Sutardji Calzoum Bachri
Kumpulan puisinya berjudul O, Amuk Kapak (1981). Selain
itu, kritik sastranya dilontarkan dalam masalah penulisan terkenal dengan nama
kredo puisi.
·
Abdul Hadi W.M.
Kumpulan puisinya Riwayat (1967), Laut Belum Pasang
(1972), Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975), Meditasi (1976),
Tergantung pada Angin (1977) dan Anak Laut Anak Angin (1984).
Tokoh periode `80
·
Ahmadun Yosi Herfanda
o Sajak Penari (1990)
o Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
o Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
o Sembahyang Rumputan (1997)
·
Y.B Mangunwijaya
o Burung-burung Manyar (1981)
·
Darman Moenir
o Bako (1983)
o Dendang (1988)
·
Budi Darma
o Olenka (1983)
o Rafilus (1988)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang telah kami selesaikan pemakalah dapat menyimpulkan bahwa ,
kesusastraan Indonesia pada dasawarsa 1970-an itu memperlihatkan sebuah
perkembangan penting sebagai sebuah
wacana konseptual, melainkan diikuti dengan sejumlah karya yang dilandasi oleh
kesadaran dan semangat membangun gerakan estetik. Hal tersebut ditandai dengan
lahirnya berbagai karya eksperimental, polemik dan perdebatan mengenai
konsep-konsep kesastraan, serta derasnya semangat melakukan perubahan.
Kelahiran periode 80-an bersifat mendobrak keberadaan. Dilahirkan dari konsepsi
individual yang mengacu pada satu wawasan kelompok. Atas dasar tersebut lahirnya periode 80-an menekankan pada pemikiran dan cara penyampaian dalam
karya sastra.
3.2 Daftar Pustaka
Rosidi, Ajip.1986.Ikhtiar Sejarah Sastra.Bandung: Angkasa
Sujiyono. 1983. Intisari Kesusasteraan Indonesia Untuk SMTA.Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar