Minggu, 25 Mei 2014

Sejarah sastra angkatan 70-80




MAKALAH
Sejarah Sastra Periodisasi 1970-1980
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Sastra

Disusun oleh
Arida Rusmayanti

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014



DAFTAR ISI
Judul
Daftar isi
BAB I Pendahuluan
1.1  Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2  Rumusan masalah................................................................................................. 2
1.3  Tujuan pembahasan.............................................................................................. 2
BAB II Pembahasan
2.1 Sejarah sastra angkatan 70-80.............................................................................. 2
2.2 Ciri-ciri sastra angkatan 70-80............................................................................. 3
2.3 Jenis karya sastra angkatan 70-80........................................................................ 4
2.4 Struktur fisik puisi angkatan 70-80...................................................................... 5
2.5 Tokoh periode 70-80............................................................................................ 6
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 8
3.2 Daftar Pustaka..................................................................................................... 8


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Dalam sejarah sastra Indonesia, karya sastra bisa dibagi berdasarkan periodisasinya. Periodisasi adalah pembagian kronologi perjalanan sastra atas masanya, biasanya berupa dekade-dekade. Pada dekade-dekade tertentu dikenal angkatan-angkatan kesusastraan, misalnya Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan ’45, Angkatan ’66, angkatan `70 dan Angkatan 2000.Kedua istilah itu (dekade dan angkatan) bisa digunakan secara bersamaan, bahkan adakalanya angkatan kesusastraan tertentu diberi nama dekade tertentu.
Munculnya periode 70-an karena adanya pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik di bidang puisi, prosa maupun drama. Pergeseran ini mulai terlihat setelah gagalnya kudeta G 30 S/PKI. Abdul Hadi W.M. dan damai Toda menamai sastra Indonesia modern pada tahun 1970-an dengan sastra periode 70-an.Dalam periode 70-an pengarang berusaha melakukan eksperimen untuk mencoba batas-batas berupa kemungkinan bentuk baik prosa, puisi drama semakin tidak jelas. Korrie Layuan Rampan cenderung menamai Sastra Indonesia sesudah angkatan ‘45 dengan nama angkatan ‘80. Perbedaan esensial antara kedua versi tersebut hanyalah pemberian nama saja, karena keduanya memiliki persamaan, yaitu:
·         Keduanya tidak mengakui adanya angkatan ‘66 yang dicetuskan oleh HB. Jassin.
·         Keduanya meyakini adanya pergeseran wawasan estetik sesudah angkatan ’45.
·         Keduanya memiliki persamaan pandangan tentang tokoh-tokoh pembaruan Sastra Indonesia Modern sesudah angkatan ’45.

Kelahiran karya sastra anggkatan 80-an bersifat mendobrak keberadaan. Dilahirkan dari konsepsi individual yang mengacu pada satu wawasan kelompook.  Konsep tersebut telah menitik beratkan pada kata, tetapi Danarto justru tetap pada pendirianya. Hal ini sangat menarik dan membawa pada pemikiran yang lain dalam wawasan yang estetik priode 80-an. Pada priode sebelumnya telah terjadi pergeseran wawasan dan pergeseran estetik khususnya pada kata. Dasar tersebut menyebabkan lahirnya priode 80-an menekankan pada pemikiran dan cara penyampaian dalam karya sastra. Priode 80-an ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama masyarakat Indonesia untuk menuju kehidupanya yang baru dengan wawasan konstusional. Priode 80-an lahir dari konsepsi improvisasi dalam penggarapan karya sastra menuju hasil dan bobot maksimal serta baru dari konsep yang menentang pada satu kehidupan.
1.2  Rumusan masalah
Ø  Sastra periodesasi 70-80
Ø  Ciri-ciri sastra angkatan 70-80
Ø  Jenis karya sastra angkatan 70-80
1.3  Tujuan Pembahasan
·         Memberikan pengetahuan tentang periode sastra angkatan 70-80
·         Mengetahui ciri-ciri sastra angkatan 70-80


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sastra angkatan 70-80
Sekitar tahun 70-an sebetulnya banyak sekali cipta sastra baik novel maupun puisi yang dihasilkan, tetapi sayang sekali hingga kini belum ada ahli bahasa yang memberikan suatu nama angkatan pada periode ini.Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N. Toda dalam kertas kerjanya “Peta-Peta Perpuisian Indonesia 1970-an dalam Sketsa” yang diajukan dalam diskusi sastra memperingati ulang tahun ke-5 Majalah Tifa Sastra di Fakultas Sastra UI (25 Mei 1977). Kertas kerja ini kemudian dimuat dalam Majalah Budaya Jaya (September 1977) dan dalam Satyagraha Hoerip (ed) Semua Masalah Sastra (1982).
Menurut Dami, angkatan 70 dimulai dengan novel-novel Iwan Simatupang, yang jelas punya wawasan estetika novel tersendiri; lalu teaternya Rendra serta puisinya “Khotbah” dan “Nyayian Angsa”, juga semakin nyata dalam wawasan estetika perpuisian Sutarji Calzoum Bachri, dan cerpen-cerpen dari Danarto, seperti “Godlob”, “Rintik”, dan sebagainya.
Periode 70-an telah memperlihatkan pembaharuan dalam berbagai bidang, antara lain; wawasan estetik, pandangan, sikap hidup, dan orientasi budaya. Para sastrawan tidak mengabaikan sesuatu yang bersifat tradisional bahkan berusahan untuk menjadikannya sebagai titik tolak dalam menghasilkan karya sastra modern.
Konsepsi improvisasi dalam karya sastra dipahami oleh Putu Wijaya. Ia mengatakan bahwa sebuah nobel hanyalah cerita pendek yang disambung, sehingga yang penting muncul di dalam penulisan suatu karya sastra adalah faktor ketiba-tibaan. Sebuah novel, drama, atau cerita pendek ditulis didalam dadakan-dadakan karena pada saat menulis beragai ide yang datang dimasukkan ke dalam ide pokok. Unsur tiba-tiba seperti ini yang disebut dengan uncur improvisasi.
Perkembangan sastra Indonesia periode 70-an maju pesat, karena banyak penerbitan yang muncul dan bebas menampilkan hasil karyanya dalam  berbagai bentuk. Sutardji menampilkan corak baru dalam kesussastraan Indonesia di bidang puisi. Alasan tersebut menyebabkan Sutardji dianggap salah satu tokoh periode 70-an dalam sastra Indonesia.


Pada tahun 1979 Sutardji menerima hadiah sastra dari ASEAN. Sutardji Calzoum Bachri dalam puisinya cenderung membebaskan kata dalam membangkitkan kembali wawasan estetik mantra, yakni wawasan estetik yang sangat menekankan pada magic kata-kata, serta melahirkannya dalam wujud improvisasi. Hal itu nyata bila diperhatikan sikap puisinya berjudul Kredo Puisi yang ditulis di Bandung tanggal 30 Maret 1973 dan dimuat di majalah Horison bulan Desember 1974.
Periode 80-an ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama masyarakat Indonesia untuk menuju kehidupannya yang baru dengan wawasan konstitusional.Seperti yang dikatakan Putu Wijaya bahwa kasusastraan itu adalah alat untuk mencurahkan makna agar dapat ditumpahkan pada manusia secara utuh dan makna itu hendaknya disalurkan agar mengalami proses mengembang dan mengempis masuk ke dalam kehidupan serta mengembangkan hal-hal yang sebelumnya belum terpikirkan oleh manusia.
Periode 80-an lahir dari konsepsi improvisasi dalam penggarapan karya sastra menuju hasil dan bobot maksimal serta baru dari konsep yang menentang pada satu kehidupan. Para sastrawan mengikuti perkembangan jaman yang dituntut adanya keberanian dan kreativitas untuk berkarya. Banyak karya sastra yang dijadikan drama drama radio. Pada periode 80-an ini karya sastra film juga berkembang pesat. Perfilman Indonesia banyak ditonton dan diminati oleh masyarakat dan para sutradara pun aktif menciptakan film-film baru. Misal film yang bertemakan percintaan remaja yaitu Gita Cinta SMA ini banyak mempunyai penggemar baik dikalangan muda maupun tua.
           
2.2 Ciri-ciri sastra angkatan 70-80
Ø  Angkatan ini di dominasi oleh karya sastra puisi, prosa dan drama.
Ø  Penuh semangat eksperimentasi dalam berekspresi, merekam kehidupan .masyarakat yang penuh keberagaman pemikiran dan penghayatan  modernitas.
Ø  Muncul para pembaharu sastra Indonesia dengan karuya-karyanya yang unik dan segar seperti Sutarji Calzoum Bachri dan Yudhistira Ardi Noegraha dalamm puisi, Iwan Simatupang dan Danarto dal;am prosa fiksi, Arifin C. Noer dan Putu Wijaya dalam teater.
Ø  Puisi yang dihasilkan bercorak spritualreligius. Misalnya; Kubakar Cintaku Karya Emba Ainun Najib.
Ø   Pada sajak cenderung mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme.
Ø  Para sastrawan menggunakan konsep improvisasi.
Ø  Karya sastra yang dihasilkan mengangkat masalah konsep kehidupan sosial masyarakat yang memuat kritik sosial, politik, dan budaya.
Ø  Menuntut hak asasi manusia, seperti kebebasan.
Ø  Bahasa yang digunakan  realistis, bahasa yang ada dimasyarakat dan romantis.
Ø  Dalam karya sastra terdapat konsepsi pembebasan kata dari pengertian aslinya.
Ø  Mulai menguat pengaruh dari budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai konflikdengan pemikiran timur.
Ø  Didominansi oleh roman percintaan.
Ø  Novel yang dihasilkan mendapat pengaruh kuat dari budaya barat, dimana tokoh utamanyamempunyai konflikdengan pemikiran timur dan mengalahkan tokoh anta gonisnya.

2.3 Jenis karya sastra angkatan 70-80

1.    Puisi
a) Struktur Fisik
·         Puisi begaya bahasa mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa ulangan kata, frasa, atau kalimat. Gaya bahasa paralelisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh efek yang sebesar-besarnya, serta menonjolkan tipografi.
·         Puisi konkret sebagai eksperimen.
·         Banyak menggunakan kata-kata daerah untuk memberikan kesan ekspresif.
·         Banyak menggunakan permainan bunyi.
·         Gaya penulian yang prosaik.
·         Menggunakan kata yang sebelumnya tabu.
b)        Struktur Temantik
·         protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
·         kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subjek dan bukan objek pembangunan
·         banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistis.
·         cerita dan pelukisnya bersifat alegoris atau parable.
·         perjuangan hak-hak azasi manusia; kebebasan, persamaan, pemerataan, dan terhindar dari pencemaran teknologi modern
·         kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewenang-wenang terhadap mereka yang lemah, dan kritik tentang penyelewengan.
2.    Prosa dan Drama
a)    Struktur Fisik
·         melepaskan ciri konvensional, menggunakan pola sastra “asurd” dalam tema, alur, tokoh, maupun latar.
·          menampakkan ciri latar kedaerahan“warna lokal”.
b)   Struktur Temantik
·         sosial: politik, kemiskinan, dan lain-lain.
·         Kejiwaan.
·          Metafisik




2.4 Struktur fisik puisi angkatan 70-80

Ø  Puisi Konvensional
Puisi yang memiliki struktur lahir demikian, memiliki berpuluh baris yang dibagi dalam beberapa bait. Larik-larik dalam bait itu ditulis selalu dari tepi, terdiri dari beberapa kata yang ditata secara harmonis,selalu ditemui keserasian, persamaan bunyi, yang menciptakan kemerduan dan persajakan.
Ø  Semi Konvensional
Penataan barisan-barisan tidak selalu di tepi, akan tetapi barisan-barisan tertentu ditulis lebih ke kanan,kata yang seharusnya ditulis berderet dalam satu baris dibuat beberapa baris, tetapi dengan cara disusun vertical ke kanan. Terkadang ada perhentian di tengah baris, lalu kata berikutnya dimulai dengan huruf capital. Contohnya bisa kita lihat Cita-cita Simbok bagi Indonesia.
Ø  Puisi yang Prosais dan seperti Paragraf
Puisi jenis ini dibuat atas larik-larik yang membentuk bait, tetapi atas kalimat-kalimat yang membentuk paragraph, padat dan lebih puitis, serta makna yang ditampilkan kebanyakan simbolik. Contohnya dalam buku perahu Kertas karya Sapardi Joko Damono.
Ø  Puisi Simetri
Pembarisan sajak yang dimaksud tidak dimulai dari tepi yang sama, tetapi dari bagian yang berbeda pada tiap barisan, tergantung dari panjang pendeknya baris itu., baris dibuat berada di tengah,barisan dibagi secara vertical, bagian sebelah kiri sama dengan bagian kanan. Contohnya kumpulan puisi 99 Untuk Tuhanku.
Ø  Kata yang Membentuk Lukisan
Puisi ini biasa juga disebut puisi konkret. Contohnya Viva Pancasila  oleh Jaihan Suskmantoro.
Ø  Judul Puisi Sangat Panjang
Padahal puisi ini yang judulnya termasuk pendek. Ada kesan, ini tidak imbang, tetapi persoalannya bukanlah masalah imbang dan tidak imbnag. Di sini pun kita bisa temukan citraan-citraan baru. Contoh : sanjak-sanjak Adri Darmaji Woko berjudul Cerita Tentang Bapak Tua yang Meninggal Dunia di Pagi Tadi Disampaikan oleh Seorang Teman yang katanya Mau Jai Penyair,dan lain-lain juga karya-karya Hendrawan Nadesul Akan jadi Bagaimana Nasib Anak-anakku kalau nanti Juga Hanya Ada Semangkok Bubur Jagung untuknya.
Ø  Puisi dengan Kata Main-main
Di sini penyair menggunakan kata secara seenaknya, spontan, sehingga yang muncul adalah kata-kata yang yang terasa banal,kotor, lucu atau aneh. Penyair yang menulis sanjak-sanjak demikian tidak mengakui adanya moral kata. Contoh : Biarin Karya Yudhistira Ardi Noegraha, Pot, Sang Hai Karya Linus Suryadi A.G., kumpulan puisi Sumpah WTS, dan Catatan Harian Sang Koruptor karya F. Rahardi.


Ø  Puisi dengan Pemenggalan Suku Kata
 Kata kata dipenggal atau suku katanya secara sengaja, sedangkan penggalan lanjutan diletakkan pada baris berikutnya.
Ø  Puisi Tasauf
Tasauf menanamkan kesadaran jiwa akan kehadiran Allah dalam diri kita, serta pelaburan kita ke dalam Allah. Contohnya 99 untuk Tuhanku karya Emha Ainun Najib.

2.5 Tokoh dan karya sastranya
Ø  Tokoh periode `70
·         Goenawan Muhamad
Buku kumpulan puisinya adalah Parikesit (1972), Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin kundang (1972), Interclude (1973), Asmarandana (1995), dan Misalkan Kita di Sarajevo (1998).
·         Tufik Ismail
Kumpulan puisinya yang lain adalah Puisi-Puisi Sepi (1971), Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971), dan Sajak-sajak Ladang Jagung (1975).
·         Sapardi Djoko Damono
Kumpulan-kumpulan puisinya adalah Dukamu Abadi (1969), Mata Pisau (1974),Akuarium (1974), Perahu Kertas (1984), Sihir Hujan (1989), Hujan Bulan Juni (1994) dan Ayat-ayat Api (2000).
·         Sutardji Calzoum Bachri
Kumpulan puisinya berjudul O, Amuk Kapak (1981). Selain itu, kritik sastranya dilontarkan dalam masalah penulisan terkenal dengan nama kredo puisi.
·         Abdul Hadi W.M.
Kumpulan puisinya Riwayat (1967), Laut Belum Pasang (1972), Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975), Meditasi (1976), Tergantung pada Angin (1977) dan Anak Laut Anak Angin (1984).

Tokoh periode `80
·         Ahmadun Yosi Herfanda
o Ladang Hijau (1980)
o Sajak Penari (1990)
o Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
o Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
o Sembahyang Rumputan (1997)




·         Y.B Mangunwijaya
o Burung-burung Manyar (1981)

·    Darman Moenir
o Bako (1983)
o Dendang (1988)
·    Budi Darma
o Olenka (1983)
o Rafilus (1988)



























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang telah kami selesaikan pemakalah dapat menyimpulkan bahwa , kesusastraan Indonesia pada dasawarsa 1970-an itu memperlihatkan sebuah perkembangan penting  sebagai sebuah wacana konseptual, melainkan diikuti dengan sejumlah karya yang dilandasi oleh kesadaran dan semangat membangun gerakan estetik. Hal tersebut ditandai dengan lahirnya berbagai karya eksperimental, polemik dan perdebatan mengenai konsep-konsep kesastraan, serta derasnya semangat melakukan perubahan. Kelahiran periode 80-an bersifat mendobrak keberadaan. Dilahirkan dari konsepsi individual yang mengacu pada satu wawasan kelompok. Atas dasar tersebut lahirnya periode 80-an menekankan pada pemikiran dan cara penyampaian dalam karya sastra.

3.2 Daftar Pustaka
Rosidi, Ajip.1986.Ikhtiar Sejarah Sastra.Bandung: Angkasa
Sujiyono. 1983. Intisari Kesusasteraan Indonesia Untuk SMTA.Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar